Perjalanan menuju ke tempat kerja dari rumah gue setidaknya akan menemui menemui banyak persimpangan jalan,selain persimpangan jalan, masih akan ditemui adanya persimpangan-persimpangan lain. Buat gue, gue dah tau harus memilih belokan yg mana tiap kali menemui persimpangan-persimpangan itu. Termasuk memilih rute mana yg mesti gue lalui ketika gue –misalkan– harus sekalian mengantar anak yg masih TK ato anter istri kerja dan harus ke kranji dan cibitung, ato ketika gue berangkat sendiri tanpa harus mengantarnya. Tentu gue ga bingung lagi karena dah biasa. Dan menjadi semacam rutinitas.
Sebenarnya, tiap kali kita menemui persimpangan maka di situ ada pilihan sesuai jumlah belokan simpangannya. Dan ketika menemuinya, kita diharuskan memilih arah mana yg akan kita tempuh untuk melanjutkan perjalanan berikutnya.
Kehidupan ini kurang lebih seperti perjalanan di atas. Senantiasa ada persimpangan di dalam kehidupan dalam wujud berbagai persoalan. Dan kita mesti memutuskan, alternatif pilihan mana yg diambil. Kadang alternatif-alternatif itu gampang kita pilih. Kadang gak gampang juga. Beragam. Bahkan, bisa jadi ada yg sampe membuat kita pusing, stress, sebagaimana pengibaratan yang sering kita dengar ‘kayak makan buah simalakama’. bahwa tiap pilihan ada resikonya. Ada konsekuensinya. Semudah ato sesulit apa pun pilihan itu. Sesungguhnya hal ini sederhana. Ketika persimpangan itu ada di hadapan kita, kita tinggal milih alternatif yg mana yg akan kita ambil. Sudah. Selesai. Sederhana bukan? ( ga juga bro....).
Ternyata, walo sederhana, pada prakteknya sering kali ga segampang itu. Kita sering merasa dihadapkan pada pilihan- pilihan sulit, yang sama-sama bagus ato sama-sama buruk, sehingga bingung mengambil keputusannya.
Sekali lagi, sesungguhnya kita hanya tinggal memilih aja. Dari yang gue amati, dan gue alami, kita sering kesulitan dalam memilih, sering kali disebabkan oleh diri kita sendiri. Walo kita telah bertanya dan konsultasi sama orang lain, dan telah diberikan jawaban (alternatif-alternatif yang bisa kita pilih), namun tetap saja kita masih kesulitan mengambil keputusan. Kesulitan itu menurut gue bermuara pada : ketidakjelasan visi/tujuan kita, dan kita tidak siap (gak mau) menghadapi resiko/konsekuensi yang ada dari setiap pilihan.
Bagi orang yang selalu mau enaknya aja, ga siap dengan resiko yang memang adanya bermacam-macam (pilih2 resiko, yang gampang aja), ga mau melakukan usaha, dan ga mau berkorban, akan lebih sering menemui masalah –yang bagi orang lain sangat mungkin itu adalah hal yang biasa-biasa saja, bukan masalah yang berat.
GUe gak memungkiri ada faktor laen di luar diri kita, yang bisa turut mempersulit pilihan yang akan kita ambil. Namun, diri kita sendiri tetaplah menjadi penentu atas jalan keluar yang akan kita lakukan. Termasuk ketika ada jalan keluar yang ga terduga yang diberikan Allah kepada kita, itu pun –kasarannya, nih– tetap tergantung pada diri kita, tergantung investasi kebaikan yang telah kita lakukan, tergantung ketaatan kita pada-Nya. Wallahu a'lam.
Selasa, 15 April 2008
:: BELAJAR DARI PERSIMPANGAN JALAN ::
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
perlu kritikan silahkan isi disini ya