
Hari ini, perasaan Gue campur aduk. Senang bercampur sedih, bersyukur bercampur kecewa, excited bercampur distressed. Padahal, itu semua Gue rasakan pada saat menghadapi sebuah kenyataan yang sama. Mengapa bisa begitu? Satu peristiwa, satu fakta, satu keadaan; namun gue menanggapinya dengan perasaan yang bermacam-macam dan saling bertentangan?
Pikiran gue mengatakan bahwa kenyataan itu benar adanya. Nalar Gue mengetahui bahwa memang keadaan itulah yang sebaiknya dan seharusnya terjadi. Gue menginginkan supaya hal itu terjadi. Gue mendoakan supaya keadaan itu terwujud. Namun, ketika keinginan dan doa Gue itu benar-benar menjadi kenyataan, perasaan gue gak bisa 100% sinkron dengan pikiran gue. Sebagian perasaan gue justru sulit menerima, dan menjadi terluka. Kok bisa?
Gue gak ingin berada di dalam situasi seperti ini. Yang gue inginkan adalah: gue bisa menerima keadaan yang baik itu dengan seluruh totalitas jiwa gue--pikiran, kehendak, dan perasaan Gue. Namun, seperti yang sering kali terjadi di dalam hidup gue, perasaan guelah yang selalu bermasalah. Perasaan gue, walau tidak semuanya, berada di dalam posisi yang berseberangan dengan pikiran dan kehendak gue.
Gue sadar, bahwa gue gak bisa hidup tanpa perasaan. Tuhan yang mendesain gue, sehingga gue memiliki perasaan. Berarti, perasaan itu baik adanya. Seperti semua yang diciptakan Tuhan. Tanpa perasaan, gue akan hidup seperti robot atau komputer: tahu apa yang harus dilakukan, mau untuk melakukannya, namun melakukannya tanpa emosi apapun.
Pernahkan kita melihat seseorang yang melakukan sesuatu tanpa kerelaan dan kesukaan? Benar, dia tahu apa yang harus dikerjakannya. Benar, dia memang mengerjakannya. Namun, dia mengerjakannya dengan wajah muram dan tanpa kegembiraan. Bukankah kita sebel melihat orang itu? Kita biasanya akan berpikir: mendingan gak usah dikerjakan sekalian, daripada dikerjakan tapi tanpa sukacita.
Gue sadar, perasaan gue belum bisa sepenuhnya berdamai dengan apa yang harus gue kerjakan.Gue mengerti, apabila gue tekun dengan pilihan itu, perasaan gue akan mengikuti.Gue sadar, bahwa proses penyatuan pikiran, kehendak, dan perasaan itu butuh waktu.
Kalau gue menuruti perasaan yang bertentangan itu, maka gue gak akan pernah jadi mentaati Tuhan. Namun kalau gue tekun dengan pilihan yang benar, maka perasaan gue akan fall in line. Dan, saat itulah gue akan merdeka. Merdeka untuk mentaati Dia. ***
Jumat, 25 April 2008
Perasaan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
perlu kritikan silahkan isi disini ya